Saturday 21 March 2020

Sebuah Asumsi dan Opini

Menyikapi Kebijakan Pemerintah Dalam Mengatasi COVID-19
Ilustrasi Indonesia Lockdown. Sumber: disway.id

Virus lain yang sama membahayakan dengan Corona adalah virus kepanikan. Semakin panik seseorang semakin menurun imunitas tubuhnya. Padahal imunitas tubuh ini yang paling penting dan harus dijaga, sebab seseorang yang sembuh oleh karena virus apapun termasuk Corona, itu dikarenakan imunitas tubuhnya yang berperang melawan virus tersebut. Bahkan semakin menurun imunitas tubuh semakin berpotensi tertular virus apapun. Jadi penting banget jaga imun dengan tidak panik. Jaga jarak memang paling benar. Sayangnya masih banyak manusia tawakal tak berikhtiar atau menganggap Corona sebagai iblis yang harus dilawan dan ditantang atas nama Tuhan, lalu sesumbar "lebih takut Corona dari pada Tuhan? Kalo memang waktunya kena yaudah kena, kalo memang waktunya mati yaudah mati, toh semua di tangan Tuhan". Justru pola pikir seperti ini akan menstimulus diri untuk melanggar pedoman dan himbauan yang sudah dikeluarkan oleh otoritas yang mengatur, dan memperpanjang daftar manusia yang terinfeksi.
Corona adalah virus ciptaan Tuhan yang tujuannya sendiri tidak satupun manusia mengetahui. (Maaf saya kurang sepakat, Corona itu ciptaan manusia) Oke, pun jika Corona ciptaan manusia lalu manusia itu ciptaan siapa? Jagat buana ini juga siapa yang mengatur kalo bukan yang menciptakan manusia. Jika manusia mempercayakan "semua terjadi atas kehendak Tuhan" seharusnya manusia tau pandemik Corona juga atas kehendak Tuhan yang tujuannya sendiri siapa yang tau. Yang jelas di balik semua ini ada hikmah. Apa aja hikmahnya? Bayangkan oleh karena Corona berapa juta polusi yang berkurang, manusia terpaksa mengurung diri di dalam rumah, menghentikan segala bentuk macam aktivitas, entah itu mengendarai kendaraan pribadi, menyalakan mesin pabrik dan membuat cerobongnya mengepulkan asap hitam pekat, memproduksi limbah-limbah dan memperbanyak sampah, segala aktivitas yang memberatkan bumi terhenti dan bumi kembali lebih sehat. Mau bukti? Dilansir dari CNN Indonesia[i], Italia dan Cina mengalami penurunan drastis terkait polusi udara dan adanya peningkatan yang cukup signifikan terkait kualitas udara di kedua negara ketika terjadinya pandemik Corona. Peningkatan kualitas udara di Cina yang signifikan terhitung bulan Januari disampaikan oleh NASA dan Badan Antariksa Eropa. Sementara di Italia peningkatan udara yang signifkan adalah dampak dari tidak berjalannya mobil diesel. Penurunan polusi udara dan meningkatnya kualitas udara menjadi salah satu hikmah yang baik oleh karena adanya Corona. Adakah hikmah lain? Ada, Tuhan selalu mengupayakan agar manusia bisa berprasangka baik di atas prasangkanya yang buruk dan bias atas terjadinya wabah Corona, contoh jika salah satu ustadz mengatakan Corona adalah tentara Allah untuk melawan Cina yang sudah menzalimi etnis Uighur, lantas mengapa Tuhan menurunkan polusi udara dan meningkatkan kualitas udara di Cina dan membuat Cina khususnya Wuhan kini sudah berkurang penularan virusnya? Dengan demikian seseorang akan berpikir panjang dan berulang untuk menjustifikasi segala sesuatu yang terjadi di dunia ini karena adanya sesuatu yang baik di atas sesuatu yang buruk.
Tapi hikmah tersebut akan kita peroleh apabila kita sebagai manusia mau mematuhi peratiran yang ditetapkan dan diterapkan oleh otoritas tertinggi, seperti jaga jarak, di rumah aja selama dua minggu ke depan dan segala aktivitas dilakukan di rumah seperti, bekerja, bersekolah, ibadah, dsb. Sayangnya dalam hal ibadah masih banyak manusia yang ya seperti yang saya sebutkan di atas, merasa bahwa Corona adalah suatu iblis yang harus dilawan atas nama Tuhan, padahal Corona sendiri ciptaan Tuhan yang tujuannya siapa yang tau. Sehingga pada akhirnya hal ini menimbulkan kontradiksi ketika pemerintah sebagai otoritas tertinggi menerapkan kebijakan salah satunya untuk meniadakan shalat Jumat selama beberapa pekan ke depan bagi daerah yang terdampak begitu parah seperti di DKI Jakarta. Saya menemui banyaknya anggapan oleh karena ada Corona seharusnya kita meningkatkan ibadah kita bersama dan bagi yang muslim salah satunya yaitu shalat berjamaah. Sehingga tak jarang masih banyak beberapa masjid yang menyelenggarakan shalat Jumat. Namun, sayangnya aktivitas seperti ini justru bisa meningkatkan potensi penularan virus Corona, oleh sebab itu pemerintah meniadakan shalat berjamaah selama beberapa pekan ke depan. Justru dengan ditiadakan dan kita shalat di rumah akan mempercepat putusnya rantai penularan virus Corona, dibandingkan jika kita masih melakukan aktivitas seperti biasanya dan melawan peraturan pemerintah yang sudah ditetapkan. Karena lebih baik menahan diri sementara waktu agar bisa menjalakan aktivitas seperti biasa untuk seterusnya dibandingkan tidak menahan diri sementara waktu dan tidak bisa menjalan aktivitas seperti biasanya seterusnya. Lagipula pesan yang ditinggalkan oleh Baginda Rasul nabi Muhammad SAW sebelum wafat, adalah agar umatnya senantiasa menegakkan shalat dan tidak meninggalkannya.
Selain itu muncul juga pendapat lain, “Fatwa tentang sholat Jumat dan jamaah libur akan mudah dipahami jika pemerintah telah menerapkan kebijakan Lockdown” – “Kalo pemerintah belum menerapkan kebijakan Lockdown, itu artinya, keadaan belum genting -genting amat” – “Gimana sih pemerintah bukannya nerapin kebijakan lockdown”. Untuk memandang hal ini kita memerlukan kepala yang dingin dan menggunakan pandangan segala sisi kita serta menyampingkan preferensi politik. Mengenai lockdown pada dasarnya sudah diatur dalam UU Kekarantinaan Kesehatan No.6 Tahun 2018. Sebelum kita masuk ke UU tersebut, mari kita pahami dulu pengertian lockdown. Lockdown memiliki arti tindakan darurat atau kondisi di mana orang-orang untuk sementara dicegah memasuki atau meninggalkan area atau bangunan terbatas (seperti sekolah) selama ancaman bahaya[ii]. Sedangkan menurut UU Kekarantinaan Kesehatan No.6 Tahun 2018[iii], pada pasal 1 mengenai ketentuan umum, ayat 1 menyebutkan:
Kekarantinaan Kesehatan adalah upaya mencegah dan menangkal keluar atau masuknya penyakit dan/atau faktor risiko kesehatan masyarakat yang berpotensi menimbulkan kedaruratan kesehatan masyarakat”.
Dengan kata lain pengertian lockdown tidak jauh berbeda dengan pengertian kekerantinaan kesehatan yang diatur dalam UU No.6 Tahun 2018. Mengenai tindakan kekarantinaan kesehatan disebutkan dalam pasal 15 ayat 2 yaitu:
a. Karantina, Isolasi, pemberian vaksinasi atau profilaksis, rujukan, disinfeksi, dan/atau dekontaminasi terhadap orang sesuai indikasi; b. Pembatasan Sosial Berskala Besar; ' c. disinfeksi, dekontaminasi, disinseksi, dan/atau deratisasi terhadap Alat Angkut dan Barang; dan/atau d. penyehatan, pengamanan, dan pengendalian terhadap media lingkungan.
Sementara pengertian mengenai karantina, isolasi dan pembatasan sosial berskalabesar disebutkan dalam pasal 1. Di dalam pasal 1 ayat 6, 7 dan 11. Berdasarkan pasal 1 ayat 6:
Karantina adalah pembatasan kegiatan dan/atau pemisahan seseorang yang terpapar penyakit menular sebagaimana ditetapkan dalam peraturan perundangundangan meskipun belum menunjukkan gejala apapun atau sedang berada dalam masa inkubasi, dan/atau pemisahan peti kemas, Alat Angkut, atau Barang apapun yang diduga terkontaminasi dari orang dan/atau Barang yang mengandung penyebab penyakit atau sumber bahan kontaminasi lain untuk mencegah kemungkinan penyebaran ke orang dan/atau Barang di sekitarnya.
Selanjutnya pengertian isolasi berdasarkan pasal 1 ayat 7 ialah:
Isolasi adalah pemisahan orang sakit dari orang sehat yang dilakukan di fasilitas pelayanan kesehatan untuk mendapatkan pengobatan dan perawatan.
Dan pengertian pembatasan sosial berskalabesar berdasarkan pasal 1 ayat 11 yaitu:
Pembatasan Sosial Berskala Besar adalah pembatasan kegiatan tertentu penduduk dalam suatu wilayah yang diduga terinfeksi penyakit dan/atau terkontaminasi sedemikian rupa untuk mencegah kemungkinan penyebaran penyakit atau kontaminasi.

Pengertian lockdown lebih mendekati dengan pengertian karantina wilayah. Pengertian karantina wilayah tidak jauh berbeda dengan pengertian karantina hanya saja cakupannya menjadi luas berdasarkan wilayah. Pengertian karantina wilayah dan pemberlakuannya sendiri juga diatur di dalam pasal 1 dan 53–55 dalam UU №6 Tahun 2018.
Nah berdasarkan apa yang saya jelaskan di atas, pada dasarnya pemerintah telah berupaya melakukan “lockdown” namun disesuaikan dengan UU yang berlaku yaitu UU No.6 Tahun 2018, salah satunya dengan menerapkan kebijakan social distancing (jaga jarak), work from home (kerja dari rumah) buntut dari peliburan kerja, school from home (sekolah dari rumah) buntut dari peliburan sekolah, meniadakan misa, nyepi, dan shalat Jumat berjamaah yang disebutkan pada pasal 36. Upaya pemerintah me-lockdown pun dilakukan secara bertahap, paket penerapan yang saya sebutkan sebelumnya diterapkan lebih awal, lalu disusul dengan penutupan tempat-tempat publik yang berpotensi menimbulkan perkumpulan dalam skala besar dan banyak. Selanjutnya dilakukan disinfeksi, dan kemungkinan kedepannya akan ada kebijakan pembatasan transportasi publik. Jika memang kejadian luar biasa pandemi Corona ini sudah tidak bisa lagi dibendung dan ditangani dengan menerapkan kebijakan-kebijakan sebelumnya, opsi lainnya ialah melakukan karantina wilayah berdasarkan wilayah yang memang terpapar virus Corona. Karantina wilayah sama dengan me-lockdown sepenuhnya. 
Apa yang dilakukan pemerintah pada dasarnya sudah disesuaikan dengan undang-undang yang berlaku. Begitu juga kebijakan untuk tidak me-lockdown sepenuhnya. Me-lockdown sepenuhnya berarti warga/masyarakat dilarang berpergian dan keluar dari rumah atau wilayah, kecuali untuk beberapa hal yang diizinkan oleh keamanan setempat. Seluruh perkantoran pun ditutup, yang dibiarkan buka hanyalah fasilitas pelayanan kesehatan seperti rumah sakit, klinik, puskesmas, toko swalayan yang menjual bahan pangan, itupun yang membeli bahan pangan dibatasi pembeliannya serta dihentikannya transportasi publik. Untuk memasuki tahap itu pemerintah wajib memenuhi segala hak dan kebutuhan para warganya salah satunya kebutuhan pangan atau logistik sekaliigus menerapkan regulasi dan pengawasan yang ketat. Di sisi lain, menurut saya pemerintah tidak ingin menggunakan terminologi lockdown karena dikhawatirkan menimbulkan kepanikan berlebih di masayarakat sebab persepsi lockdown sudah terlanjur negatif. Jika timbul rasa panik di lingkungan masyarakat, maka akan timbul permasalahan sosial yang baru, misal panic buying yang berujung pada penjarahan bagi mereka yang tidak mendapat bahan pangan, entah karena memang stok terbatas atau karena sudah diborong oleh mereka yang memiliki uang lebih serta tindakan tindakan kriminal lainnya. Oleh karena itu pemerintah merasa belum siap untuk melakukan lockdown sepenuhnya dikarenakan pertimbangan implikasinya terhadap perekonomian dan keamanan.
Seperti yang sudah terjadi saat ini, kurs mata uang rupiah mengalami penurunan hingga hampir Rp.16.000, sementara IHSG anjlok mencapai 5 persen dan membuat Bursa Efek Indonesia (BEI) melakukan pembekuan sementara perdagangan (trading halt) pada Kamis, 19 Maret 2020[iv]. Implikasi COVID-19 terhadap perekonomian saja menjadi pekerjaan rumah yang cukup berat bagi pemerintah Indonesia, bagaimana jika sampai me-lockdown sepenuhnya. Terlebih jika me-lockdown sepenuhnya pemerintah dituntut menyediakan dan mendistribusikan logistik secara merata dan mempeetat keamanan pada masa lockdown. Pemerintah juga dituntut untuk mengakomodir mereka yang homeless atau tidak memiliki rumah dan hidup menggelandang. Setidaknya pemerintah dituntut untuk menyediakan tempat tinggal sementara untuk mereka selama berlangsungnya masa lockdown atau memulangkan mereka ke tempat asal dengan diikuti sekian pertimbangan. Saya tekankan pemberlakuan lockdown sepenuhnya di tangan pemerintah pusat, sehingga jangan heran bila pemerintah daerah yang menerapkan lockdown dibatalkan.
Untuk saat ini penting sekali mematuhi aturan yang pemerintah tetapkan, dan membaca segala situasi serta menyikapinya dengan baik dan bijaksana tanpa mengedepankan preferensi politik. Kiranya lebih baik #dirumahaja selama dua minggu untuk memutus rantai penularan virus Corona dibandingkan berkegiatan seperti biasa tapi berpotensi menularkan atau tertular virus Corona. Sekian.

No comments:

Post a Comment

Trip ke Pulau Kunti, Ciletuh Sukabumi

 "Wohooo" Begitulah reaksi kami ketika menumpangi kapal nelayan milik mas Bewok menyusuri keindahan laut teluk Ciletuh menuju Pula...